23.4.12

[Kajian Post] China dan Negara Berkembang Asia : Kawan atau Lawan?



Wildan Noor Ramadhan  | Staff Divisi Kajian Kanopi  FEUI 2012 | Ilmu Ekonomi 2010

Siapa yang tidak tahu bahwa dewasa ini China merupakan pemimpin Ekonomi Asia? Ya, sudah menjadi rahasia umum bahwa China diperkirakan menjadi negara dengan potensi pertumbuhan ekonomi terbaik di Asia hingga lima tahun ke depan. Hal ini dperkuat dengan penelitian yang dilakukan Bloomberg Economic Momentum Index for Developing Asia. Daya saing ekonomi, level pendidikan, migrasi perkotaan, ekspor teknologi tinggi, dan inflasi mewakili bagaimana China dapat mempertahankan stabilitas serta menciptakan pertumbuhan ekonomi yang bekerlanjutan. Dengan skor 76,2%, China melampaui mengalahkan India dan Vietnam. India menempati peringkat kedua dengan skor 64,1% dan Vietnam pada level 61,9%. Diluar itu, berkaitan dengan krisis yang terjadi beberapa tahun kebelakang ini, China dianggap telah memperlihatkan kesanggupan untuk menanggulangi dampak krisis keuangan global. Dalam 30 tahun terakhir, perekonomian China meningkat rata-rata 10% setiap tahun. Naiknya pertumbuhan China juga didukung upaya pemerintah yang membuka lebar kesempatan investasi asing masuk serta pengawasan ketat terhadap perusahaan-perusahaan milik pemerintah. 1


Seiring berjalannya waktu muncul sebuah pertanyaan. Apakah Perekonomian China yang semakin membaik ini memberikan “manfaat” bagi Negara-negara berkembang Asia2 ? Atau malah menjadi “lawan” bagi kemajuan perekonomian Negara Asia lainnya? Hal ini yang masih menjadi perdebatan dan berbagai pandangan pun muncul terkait pertanyaan tersebut. Satu pandangan menyatakan bahwa hubungan perekonomian yang terjadi adalah “kawan”. China dan Negara Berkembang Asia berbagi manfaat dari tumbuhnya pendapatan konsumen Cina dan dari potensi integrasi yang lebih luas pada lini produk di seluruh wilayah yang tercermin dalam perdagangan intraregional di Asia.3 Namun, pandangan lain melihat Cina dan muncul Asia sebagai pesaing. Perekonomiannya lebih terspesialisasi dalam memproduksi barang-barang yang relatively close substitutes. Oleh karena itu, mereka terkunci dalam kompetisi untuk pangsa pasar di pasar ekspor utama seperti Amerika. Lalu pandangan mana yang benar?

Menurut The Fed Letter Chicago yang baru melakukan penelitian berpendapat bahwa kedua pandangan tersebut adalah benar. Pandangan pertama benar dalam menekankan bahwa memang banyak efek menguntungkan dari pertumbuhan Cina terhadap seluruh Asia. Pertumbuhan Cina yang luar biasa berimplikasi pada impor yang meroket dari Asia, terutama karena regulasi dari WTO yang selesai pada Desember 2001. Selain itu, sejalan dengan Cina yang perkembangannya cepat, perekonomian di Negara Asia lainnya memiliki insentif untuk mencoba menggerakan the value chain dengan menggeserkan keunggulan komparatif mereka ke yang nilai tambahnya lebih tinggi, yakni industri yang kurang padat karya. Contohnya, Taiwan. Mereka menarik lebih banyak investasi kedalam fasilitas penelitian yang berteknologi tinggi dibandingkan dengan manufaktur murni, dan Singapura dan Malaysia berusaha untuk memperluas cakupan sektor manufaktur mereka kearah bio-teknologi dan teknologi terbaru lainnya. Namun, pandangan lain juga benar dalam mengklaim bahwa peningkatan integrasi Cina ke dalam ekonomi global berarti bahwa transisi sektoral di negara-negara Asia lainnya mungkin terjadi lebih cepat dari yang akan sebaliknya terjadi. Sebagai contoh, manufaktur tampaknya akan berpindah dari suatu tempat di Asia ke China, sebagian besar akan mengambil keuntungan dari biaya tenaga kerja yang murah dan pasar domestik yang berkembang. 4

Terlepas dari kesimpulan The Fed Letter. Yang menjadi pertanyaan terakhir adalah sebenarnya mana yang lebih signifikan antara positif atau negatifnya hubungan Perkembanan Ekonomi Cina dengan Negara Berkembang Asia? Dan apa yang seharusnya dilakukan Negara Berkembang Asia agar momentum ini lebih bermanfaat bagi negaranya? Mungkin Anda punya jawabannya?






1 Ika Anastasia, Bloomberg : 2011

2 Negara berkembang Asia dimaksudkan Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand.

3 Diwan and Hoekman : 1999

4 John Fernald; Prakash Loungani : 2004

No comments:

Post a Comment