10.11.12

[Kajian Post] Hapus Subsidi dan Tingkatkan efisiensi

Oleh : Andi William | Trainee Divisi Kajian Kanopi 2012 | Ilmu Ekonomi 2012


Di awal tahun 2012, terdapat maraknya berita mengenai kebijakan pemerintah yang ingin menaikkan harga bahan bakar minyak dengan cara menurunkan subsidi bagi bahan bakar minyak atau premium. Hal tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, ada yang mengatakan bahwa harga bahan bakar bersubsidi jangan dinaikkan karena hal itu merugikan masyarakat yang berpenghasilam tetap dimana mereka harus membayar biaya transportasi yang berlebih. Sebaliknya ada yang menyebutkan subsidi memang harus diturunkan karena hal itu dapat menyerap anggaran pemerintah lebih banyak lagi dalam hal subsidi. Pada saat kebijakan pemerintah itu dipublikasi oleh pemberitaan media massa, masyarakat yang kontra dengan kebijakan itu terlihat lebih responsif terhadap kebijakan itu, dimana terdapat demonstrasi yang terjadi di kota-kota besar di indonesia yang menimbulkan berbagai pergolakan dan kericuhan. Lalu dikarenakan tidak ingin menimbulkan kericuhan yang berkelanjutan, pemerintah memilih untuk tidak menurunkan subsidi bagi bahan bakar minyak jenis premium dan hingga sekarang tidak ada kejelasan mengenai kelanjutan atau alternatif dari kebijakan ini, dan seakan-akan pemerintah terlihat tidak tegas atau “plin-plan”.

Seperti data yang dicantumkan dalam pemberitaan detikfinance, Berdasarkan data pemerintah sebanyak 77% Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi tidak tepat sasaran, dan jumlahnya mencapai Rp 286 triliun. Banyak hal yang menyebabkan hal tersebut. Seperti yang diungkapkan anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Satya W Yudha, “77% tidak tepat sasaran tersebut dikarenakan paradigma subsidi masih pada harga, sehingga setiap warga negara golongan apapun mempunyai akses untuk menikmati BBM subsidi”. Masyarakat yang mampu tetap dapat menikmati subsidi karena tidak adanya restriction yang jelas dan tegas. Dan faktanya, tidak banyak dari masyarakat miskin dan kurang mampu yang memiliki kendaraan bermotor pribadi, dan kebanyakan yang memiliki yaitu masyarakat menengah keatas dimana terdapat dari mereka yang miliki kendaraan yang lebih dari satu dan semuanya memakai bahan bakar bersubsidi. Jelas itu sangat tidak tepat dengan sasaran bbm bersubsidi itu sendiri.

Menghilangkan subsidi bahan bakar itu sendiri adalah salah satu paham yang dianut oleh beberapa masyarakat indonesia yang memiliki jalan, cara atau pola pikir yang kritis. Jika hal itu dapat diwujudkan maka dana yang dikeluarkan pemerintah yang tadinya dialokasikan untuk subsidi dapat ditempatkan ke hal-hal lain. Seperti kesehatan, hal yang dapat dicapai ialah apabila kesehatan semakin ditingkatkan maka standar dan taraf hidup masyarakat indonesia akan semakin baik. Lalu dalam hal pendidikan, hal ini memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan negara indonesia, bukan sumber daya alam yang melimpah yang menjadi faktor penentu negara akan menjadi maju akan tetapi pola pikir dan kualitas dari sumber daya manusianya dimana dapat memanfaatkan resources yang ada. Pendidikan yang baik juga dapat berpengaruh terhadap penurunan jumlah pengangguran dan dapat menurunkan jumlah kemiskinan. Setelah itu hal lain yang dapat dialokasikan selain untuk subsidi ialah pembangunan infrastruktur dan teknologi, dalam hal ini teknologi yang dimaksud ialah bagaimana agar pada produsen dalam negeri dapat menciptakan atau menggunakan teknologi yang efisien dalam melakukan produksinya. Sebagai contoh, mayoritas pertanian indonesia menggunakan tata cara bertani dan panen dengan cara yang tradisional, dalam hal ini bagaimana agar para petani tersebut dapat memakai teknologi yang dapat meringankan dan memudahkan produksi. sehingga biaya faktor produksinya semakin kecil.

Di indonesia sendiri terdapat peraturan perundangan-undangan dalam hal ini, seperti dalam pasal 33 UUD 1945, pasal yang berjudul “kesejahteraan sosial” ini dalam ayatnya ada tertulis “...perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajad hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak tampuk produksi akan jatuh ke tangan orang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasi...” dalam hal ini disebut bahwa bagi hal yang mencakup hajad hidup orang banyak harus dikuasai olehh negara, salah satunya ialah bahan bakar minyak, oleh sebab itu argumen yang menyatakan bahwa subsidi bbm harus dihapuskan dan harganya akan disesuaikan dengan mekanisme pasar, hal itu bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. Hal yang ingin dicapai dalam pasal ini adalah agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang yang berkuasa. Akan tetapi ini hanyalah ketakutan pemerintah semata. Justru dengan penetapan pasar bebas dalam hal ini akan membuka peluang bagi produsen untuk menciptakan iklim kompetitif dan hal itu akan berpengaruh terhadap kualitas produksi yang selalu ingin mencapai efisiensi dalam produksinya. Produsen saat ini terlalu “manja’ dengan adanya pemerintah di belakang mereka, sehingga hanya bergantung pada subsidi. Akan tetapi hukumlah yang mengatur, oleh karena itu hal yang dapat dicapai disini ialah mengecilkan subsidi terhadap bahan bakar minyak. Disparitas harga yang semakin kecil hal itu berpengaruh juga terhadap semakin kecilnya penyelundupan BBM bersubsidi yang semakin gentar akhir-akhir ini, karena dengan penurunan subsidi, harga tidak akan berbeda jauh dengan bahan bakar non subsidi.

Hal-hal yang terjadi akhir-akhir ini semakin memunculkan pertanyaan siapa sebenarnya “rakyat” yang disebut dalam istilah “kepentingan rakyat”. Apakah sebenarnya lebih layak disebut kepentingan kelompok?. Partai-partai politik yang menolak menurunkan subsidi hanya karena ingin menarik perhatian masyarakat yang seakan-akan peduli nasib rakyat tanpa peduli long term impact. Dan juga para pengusaha yang selama ini memanfaatkan premium untuk produksinya sehingga membayar masyarakat dan mahasiswa untuk berdemo menolak kenaikan BBM bersubsidi. Oleh karena itu perlunya efisiensi dalam hal faktor produksi, dimana produsen dituntut untuk dapat memanfaatkan faktor produksi agar tidak terlalu bergantung pada kecilnya biaya transportasi. Hal ini dapat memberikan pengaruh yang positif bagi pengusaha atau produsen agar mempunyai daya saing yang tinggi tanpa harus “memakan’ bahan bakar minyak bersubsidi yang murah.

Kemudian hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan alternatif dan penyelesaian masalah terhadap sasaran subsidi yang tidak tepat ialah dengan membuat station yang khusus dimana hanya kendaraan angkutan umum yang dapat memanfaatkan subsidi tersebut, sedangkan bagi kendaraan plat hitam, Di haruskan memakai bahan bakar non-subsidi. Dengan ini, keadaan dapat menular ke dalam pemilik kendaraan pribadi untuk menggunakan kendaarannya. Karena saat ini, sangat mudah menemukan orang yang memiliki kendaraan pribadi. Minimnya penggunaan kendaraan pribadi akan berpengaruh juga terhadap peningkatan penggunaan transportasi umum yang memakai bahan bakar bersubsidi, sehingga biayanya lebih murah, lalu di kota-kota besar polusi udara akan berkurang dan polusi kemacetan dapat diatasi.

Dengan demikian, pemerintah harus tegas dalam hal menurunkan subsidi terhadap bahan bakar minyak dan agar dapat mencapai sasaran yang tepat, sehingga dana yang ada dapat dimaksimalkan ke sektor lainnya seperti pendidikan dan kesehatan. Lalu dengan adanya kebijakan ini, produsen akan semakin memikirkan cara yang lebih kondusif dalam memproduksi, dimana dapat meningkatkan daya saing yang tinggi untuk kualitas produksi dalam negeri yang berkualitas dan efisien.

Referensi :

http://finance.detik.com/read/2012/09/18/175556/2024793/1034/golkar-lupakan-subsidi-bbm-alihkan-ke-pendidikan-kesehatan?f991104topnews.
http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8578/

No comments:

Post a Comment