16.11.12

[Kajian Post] Indonesia paru-paru dunia (!?)

Oleh : Andi William | Trainee Divisi Kajian Kanopi 2012 | Ilmu Ekonomi 2012


Jika kembali berbicara mengenai komoditas, yang di antaranya kelapa sawit, karet, dan batubara. Hasil komoditas di indonesia adalah salah satu yang terbesar di indonesia dan mempunyai peran yang penting bagi indonesia sendiri, yaitu menyumbang devisa di tahun 2011 sebesar 32,80 miliar dollar AS, atau lebih dari 16% dari total ekspor nasional. Jika kita melihat ke angka-angka itu dan berbagai peran nya terhadap indonesia pendapatan nasional, tentu kita akan berkata “waw!” atau “wah!”. Namun, ada anggapan bahwa, disisi lain komoditas tersebut khususnya kelapa sawit, mempunyai pengaruh yang buruk bagi lingkungan, terutama bagi hutan yang tidak mempertimbangkan dampak sosial dan ekologinya.


Argumen tersebut bukannya tidak mendasar, akan tetapi justru memiliki data yang dapat mendukung itu. Dari argument dan data yang saya dapatkan dari kompas.com. disebutkan Dari 133.300.543,98 hektar luas hutan indonesia, sekitar 21 persen (26 juta hektar) telar hancur. Diperkiran setiap 1 juta hektar hutan di indonesia mengalami kerusakan setiap tahun. Laju kerusakan paling parah terjadi di kalimantan dan sumatera. Kerusakan hutan ini terjadi di semua daerah mulai dari aceh , sumatera utara, riau, sumatera barat, jambi, bengkulu, provinsi lainnya di sumatera, dimana jambi dan riau yang laju kerusakan hutannya paling parah. Jambi yang dulunya memiliki hutan seluas 2.2 juta hektar, kini tersisa 500.000 hektar karena berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri, dan pertambangan. Bahkan taman nasional pun ikut dirusak. Dari 43 taman nasional di indonesia dengan luas 12.3 juta hektar. 30 persen di antaranya telah rusak parah. Hal-hal tersebut jelas menyalahi peraturan pemerintah no 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah indonesia Mereka menganggap demi kepentingan ekonomi. Dan peran mereka sebagai “invisible hand”, Peraturan pun dilanggar. Ditambah lagi, ada dampak buruk lain yang ditimbulkan akibat perusakan hutan ini, misalnya konflik lahan, bencana alam (banjir, erosi, dan tanah longsor), pemanasan global, hilangnya flora dan fauna. Namun semua hal itu adalah argument mengenai hutan dan komoditas, dan antek-anteknya secara berlebihan dan terlalu mendramatisir! Tanpa mengetahui lebih langsung dan dalam mengenai proses, tanggung jawab, dan pemecahan masalah yang dilakukan pemerintah dan perusahaan atau pengusaha di bidang komoditas ini, khususnya kelapa sawit.

Jika melihat dari pandangan orang-orang mengenai betapa pedulinya mereka terhadap hutan dan ketidakrelaan mereka akan ditebangnya hutan di indonesia. Hal itu hanya terpengaruh oleh ketakukan negara-negara “barat” seperti amerika serikat yang melihat negara-negara asia, dsini khususnya indonesia untuk maju, yang sebenarnya indonesia dapat menjadi negara yang adidaya dari komoditas tersebut. Beberapa puluh tahun yang lalu, amerika serikat ialah negara industri yang berkembang sangat pesat, pembangunan industri, eksploitasi hutan untuk kepentingan sendiri, penebangan hutan secara besar-besaran dan akhirnya mereka sendiri mengalami krisis akan hutan itu sendiri dan akhirnya menganggap negara-negara di daerah khatulistiwa memiliki peran yang sangat besar sebagai paru-paru bumi. Disamping faktanya memang negara-negara di khatulistiwa memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Padahal amerika serikat sendiri ialah penyumbang kerusakan di dunia terbesar ke-2. Sehingga negara-negara seperti amerika serikat membeber-beberkan secara mendramatisir akan hal itu kepada dunia agar negara seperti indonesia tidak memanfaatkan lahan-lahan tertentu untuk dimaksimalkan oleh komoditas seperti kelapa sawit. Jadi indonesia sebagai paru-paru dunia? It’s a lie. Negara-negara barat hanya ingin menutupi tindakan buruk mereka, takut kita menjadi kaya!!

Buka mata buka hati, lihatlah dan pikirkan. Dari sisi perekonomian kelapa sawit akan sangat memiliki nilai yang sangat tinggi, penyediaan lapangan kerja bahkan bagi daerah terpencil, pajak badan yang tinggi, ekspor yang besar, pembangunan infrasutruktur, penyediaan konsumsi dalam negeri, energi alternatif sebagai biodiesel dan masih banyak manfaat yang dapat dikembangakan dari hal ini.

Lalu perusahaan dan para pengusaha sebenarnya tidak tinggal diam dalam hal ini. Hutan yang ditebang dalam bentuk pohon dan yang ditanam pun dalam bentuk pohon, jadi? Apakah perbedaannya? Dalam hal absorsi, memang kelapa sawit memiliki tingkat yang lebih rendah yaitu 0,5 dan hutan sendiri 0,85. Akan tetapi dewasa ini, tingkat polusi dari industri seperti pabrik, sudah dilakukan efisiensi agar tingkat polusinya tidak sebesar sebelumnya, dan kendaraan bermotor sekarang ini semakin banyak berkembang yang ramah lingkungan. Sehingga dalam hal absorsi, tidak terlalu bermasalah. Selanjutnya bagaimana dengan keanekaragaman? Satwa liar? Tanah longsor? Dan erosi?. Mayoritas perusahaan perkebunan saat ini menerapkan RSPO (roundtable sustainable palm oil), yaitu sebagai responsibilty dari sebuah perusahaan dimana membuat standart dalam keterlibatan stakeholder dari 7 sektor, yaitu produksi, proses dan perdagangan, pabrikan barang konsumer, retailer, bank, investor, konservasi lingkungan dan alam, sosial dan pembangunan. Maka melihat dari hal itu sebenarnya perusahaan peduli terhadap kelangsungan satwa liat dan keanekaragaman, dimana dibuat kebijakan bahwa untuk daerah hutan tertentu, tidak akan terjadi penebangan atau penanaman kelapa sawit, sehingga lebih menerapkan sistem tebang pilih. Lalu mengenai tanah longsor dan erosi. Jika melihat dari perkebunan kelapa sawit, tata penanaman kelapa sawit untuk daerah perbukitan, disitu dilakukan terasering. Lalu untuk kesuburan sendiri. Dilakukan penutup tanah seperti penanaman kacang-kacangan. Lalu bagi kelangsungan satwa liar, perusahaan-perusahaan telah melakukan HCV (high conservation value), dimana untuk kelangsungan hidup satwa liar, perusahaan tentuunya tidak akan menggangu habitat asli dimana satwa tersebut tinggal.

Mengenai kebijakan, peraturan, dan prosedur. Pemerintah dan juga perusahaan telah menerapkan sistem yang baik dan sustainable. Akan tetapi faktor manusia yang seringkali melakukan tindakan melanggar kebijakan dan etika dimana merusak alam itu sendiri tanpa memperdulikan efeknya bagi kelangsungan ekosistem. Jadi, pengembangan komoditas di indonesia akan meningkatkan nilai tambah yang signifikan bagi indonesia sebagai paru-paru dunia dan mengarahkan indonesia menjadi kepala, tangan, dan kaki dunia.

No comments:

Post a Comment